
Mengalami berbagai macam gejala Covid-19 itu berjuta rasanya! Aneh dan mendebarkan. Setelah mengalaminya sendiri, ada banyak hal yang dulunya nggak kumengerti, jadi terjawab. Dulu aku selalu heran, kok bisa sih gejalanya beda-beda. Aneh! Ya, nyatanya memang Covid-19 seaneh dan semisterius itu. Sepengamatan kami selama sakit Covid-19, gejala yang muncul mengikuti keadaan klinis dan bisa tergantung dari penyakit yang pernah kita derita sebelumnya. Jadi, gejala kita dengan orang lain memang bisa jadi berbeda, meski sebenarnya beberapa gejala kalau dipikir-pikir mirip dengan gejala penyakit lain.
Berikut aku rangkum mengenali dan mengatasi gejala-gejala Covid-19 berdasarkan catatan dan pengalamanku yang mungkin bisa membantu bagi yang membutuhkan. Intinya, ketika gejala-gejala Covid-19 mulai membuat badan nggak enak, jangan panik. Karena makin panik, fisik makin ikut sakit. (aku pernah jadi sesak nafas karena terlalu panik). Gejala yang ada di tulisan ini adalah gejala yang kami alami dengan keadaan kami rawat jalan dan dikategorikan bergejala sedang. Jadi, kondisi belum tentu sama dengan pasien Covid-19 lain. Namun, biasanya pasti ada satu atau beberapa gejala yang relatif mirip.
Perbanyak buah dan cemilan sehat jika kehilangan nafsu makan
Aku, bapak, dan ibuku tidak kehilangan indera penciuman dan indera perasa. Namun, kakak iparku yang terpapar 15 hari lalu kehilangan indera perasa dan penciuman. Bapak dan ibuku malah merasakan semua makanan jadi asin semua. Sayuran rasanya seperti tidak matang. Daging seperti tidak dibumbui. Aku masih bisa merasakan makanan, tapi rasanya samar-samar sampai hari ke 5. Setelah itu, makan enak-enak aja. Sebetulnya, tantangan terbesar yang kami semua alami adalah kami benci makanan. Melihat makanan kayak lihat musuh. Baru kali ini aku sebegitu bencinya liat makanan. Aku dan kakak iparku mengalami gejala aneh yang sama, yaitu membaui makanan seperti bau plastik. Jadinya mau makan tuh nggak nafsu. Tapi kalau dipikir-pikir, tak nafsu makan ini ketika kita sakit tipes atau DBD juga bisa mirip begini.

Mengatasi gejala Covid-19 hilang nafsu makan ini bisa diakali dengan perbanyak makan buah dan cemilan sehat. Jika nasi atau masakan umum terasa menjengkelkan dan bikin nggak selera, tetap paksakan ada nutrisi yang masuk. Siapkan buah yang mudah dimakan dan tidak perlu memotong, seperti jeruk, pisang, anggur, atau kurma. Bisa juga alpukat, buah naga, atau kiwi. Kalau niat makan udah lebih baik, baru makan buah yang bisa dipotong kayak apel, pir, dan semua buah-buahan. Telur rebus, ubi, kentang, kacang almond, atau madu juga bisa menggantikan nutrisi selama nggak bisa makan normal. Intinya, harus tetap makan. Dan harus bergizi tinggi.
Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Jika Terpapar Covid-19
Makan sedikit-sedikit jika mual atau dengan muntah
Mostly, nafsu makan hilang sebenernya juga berkaitan dengan rasa mual dan berdasarkan pengalaman teman-teman yang aku tanya, banyak juga yang muntah-muntah. Aku dan bapak ibuku hanya muntah di awal gejala, namun rasa mual itu yang ampun-ampunan. Asam lambungku naik sampai lidah menguning; kombinasi gejala Covid, riwayat punya maag akut dan stres berat kayanya. Dan setelah kuingat kembali, aku memang pernah punya sakit maag parah di masa lalu. Gejala yang kualami seperti maag kambuh tapi lebih berat dan aneh.
Kakak iparku lebih menderita lagi. Selama 10 hari, dia muntah-muntah sampai lemas. Lihat makanan bisa trauma dan badannya merinding semua saking ketakutan akan muntah lagi kalau makan. Karena kapasitas rumah sakit sedang penuh, terpaksa rawat jalan di hotel isolasi dengan pantauan dokter setiap 3 hari sekali.

Biasanya dokter meresepkan obat anti mual. Obat ini dimakan sebelum makan dan buatku sangat membantu mengurangi mual. Lanzolprasol atau vometa dan inpepsa adalah obat yang dominan aku konsumsi. Dan obat ini sebenernya sama kayak obat maag-ku dulu. Tapi sayangnya, obat anti mual nggak ngefek di kakak iparku saking hebatnya peristaltik menolak makanan yang masuk. Kasian lah dia. Menderita banget pokoknya.
Selain obat, mengatur dan memilih jenis makanan juga bisa dilakukan pas mual atau muntah. Aku membagi waktu makan 6 kali dengan porsi sedikit. Karena juga merawat ortu yang kena Covid-19, aku nggak punya menu khusus. Apa aja yang bisa masuk, aku telan dan Puji Tuhan nggak muntah lagi. Namun, ada baiknya pilih makanan yang lembut, tidak pedas dan tidak asam. Hindari makanan berbahan tepung terigu seperti mi, roti, dan biskuit. Pilih makanan atau cemilan berbahan dasar sagu, tepung beras, tepung jagung atau kedelai yang ramah lambung. Soyjoy adalah contoh cemilan yang bisa dimakan. Kalau muntah, buah-buahan asam dikurangi. Dosis vitamin C juga diturunkan dari 1000 mg menjadi 500 atau 300 mg. Minum elektrolit atau oralit agar nggak dehidrasi.

Kumur air garam saat tenggorokan aneh
Gejala awal yang kualami dan dialami juga oleh bapakku adalah tenggorokan terasa sangat aneh. Seperti ada pasir mengganjal di tenggorokan dan terasa kering, tapi beda sama radang tenggorokan pada umumnya. Nggak lama kemudian, tenggorokan aneh ini berubah jadi nyeri tenggorokan. Dari semua anggota keluarga yang terpapar, aku mengalami nyeri tenggorokan paling parah. Lagi-lagi, setelah kutelaah, karena tenggorokanku memang sensitif dan sering mengalami radang tenggorokan.
Pertolongan pertamanya adalah kumur air garam dan diugruk-ugruk di bagian pangkal tenggorokan. Lalu, rajin minum air lemon madu setiap hari dua kali. Untuk nyeri tenggorokan ringan, aku pulih hanya dengan pengobatan pertolongan pertama ini. Tapi memasuki hari ke 8-10, nyeri tenggorokan hadir lagi dan lebih menyakitkan. Jadi, selain rajin kumur air garam dan madu lemon, aku juga dikasih Methyprednosolone sama RS dan obat ini ngaruh banget. Tapi ada juga temenku yang bergejala lebih ringan dariku, membaik dari tenggorokan aneh dengan Degirol. Lalu, ada juga teman yang dikasih RS obatnya Kalmenthazone – Dexamenthazone.
Tidur tengkurap, olah pernafasan, dan kumur air garam ketika batuk
Batuk kering adalah gejala dominan yang kualami, selain mual dan maag parah. Aku sempat rancu ini batuk alergi yang kumat karena kelelahan atau gejala Covid. Dari penjelasan dokter itulah kemudian aku jadi tahu, kalau mostly gejala Covid ini ngikutin riwayat penyakit kita. Tapi gejala batuk Covid-19 beragam. Bisa kering banget sampai batuk dahak. Tapi sepengalamanku, dahak sedikit sekali dan sulit dikeluarkan. Tipe batuknya berbeda dengan batuk flu pada umumnya. Batuk lebih mirip batuk alergi tapi disertai nafas berat ketika kita tarik nafas. Dan ternyata artikel-artikel yang pernah kubaca benar. Aku nggak bisa tarik nafas panjang. Selalu batuk parah. Alhasil, nafas jadi pendek-pendek dan aku sulit menghirup nafas. Lalu, bagian dada bawah tulang rusuk terasa sakit sekali, apalagi kalau pas batuk.
Pertolongan pertama untuk meredam batuk adalah tidur tengkurap dan kami berhasil tidur pulas tanpa batuk dengan posisi ini. Lalu, yang kedua adalah atur pernafasan rutin. Caranya, tarik nafas, tahan 3-5 hitungan dan hembuskan nafas. Tapi, cara ini kurang efektif ketika batuk sedang parah. Ketiga adalah kumur air garam kalau batuknya sama gatel atau nyeri tenggorokan. Sebelum nyari pertolongan ke RS, aku minum Translpulmin tapi ternyata enggak terlalu membantu karena batukku dalem. Obat yang ngaruh banget di kami adalah Codipront yang diberikan RS. Obat ini mengandung psikotropika codein jadi harus atas resep dokter. Efeknya, liyer-liyer ngantuk parah sampe mata lengket. Tapi bantu banget di malam hari jadi bisa tidur nyenyak (karena orang Covid biasanya mengalami insomnia akut).
Minum banyak air putih saat demam
Aku dan bapakku tidak mengalami demam sama sekali. Tapi ibuku iya. Belakangan kakak iparku juga dan demamnya sampai 8 hari. Demam Covid-19 kalau diamat-amati mirip tipes lah. Datang malam hari, sembuh siang hari. Walopun di fase puncaknya, ibuku sempat demam 38 derajat di siang bolong dan dilarikan ke UGD karena lemes tak berdaya. Demam sebenarnya gejala yang muncul karena ada sesuatu di tubuh kita, dan dalam hal ini mungkin virusnya lagi berusaha menyerang pertahanan tubuh.
Untuk meredakan demam, banyak-banyaklah minum air putih. Ibuku minum air putih hangat 15 gelas sehari setiap hari dan demamnya berangsur turun. Efeknya, sebentar-sebentar jadi pipis. Tapi nggak apa-apa. Dari RS juga meresepkan obat demam Sistenol. Sedangkan kakak iparku diberikan paracetamol dari RS. Namun, catatan khusus dari dokter, jika demam 38 derajat atau lebih ngga turun-turun harus ke UGD.

Hidung mampet tapi nggak pilek, tidur duduk
Gejala ini juga aneh. Suara kita terdengar bindeng kayak orang flu tapi nggak ada ingus yang keluar. Tapi hidung terasa mampet kayak kalo lagi naik gunung atau di tempat dingin. Gejala ini pada beberapa temanku muncul malem atau menjelang subuh. Tapi di aku muncul siang menjelang sore dan saat batuk lagi akut-akutnya.
Untuk mengatasinya, aku semprot lubang hidung dengan nassal spray. Tapi bisa juga diatasi dengan menghirup uap air panas yang dicampur minyak kayu putih. Temanku ada yang mengalami mampet hidung setiap jam 4 subuh sampai pagi. Cara mengatasinya adalah tidur duduk atau tidur miring, karena semakin tidur telentang, semakin sulit nafas masuk dari lubang hidung. Dari artikel yang kubaca, ini disebabkan lendir, ketika kita tidur telentang akan semakin memenuhi rongga pernafasan hingga bagian belakang dan bikin susah napas. Sebenarnya, cara ini juga pernah diajarkan dokterku ketika dulu aku batuk pilek nggak sembuh-sembuh.
Tepuk-tepuk dada saat nyeri dada sampe nembus belakang
Ini adalah gejala yang timbul pada ibuku dan aku. Tapi ibuku jauh lebih parah nyerinya sampai nembus ke punggung. Gejala ini beberapa kali muncul pada jam 12 malam pada ibuku. Bayangkan dong, jam 12 malem ibuku nyeri dada, gimana enggak panik aku tuh. Dua kakakku bertugas nyariin informasi dari internet cara mengatasi nyeri dada, dan aku biasanya akan mempraktekkan, lalu melakukan pengamatan. Hampir selama 16 hari, kami begadang bersama di tempat berbeda untuk berjaga-jaga kalau ada gejala aneh muncul seperti nyeri dada ini. Biasanya kami melakukan pengamatan 30 menit sampai 1 jam. Kalau lebih dari itu, gejala nggak membaik, kami akan menuju UGD.
Dari sebuah artikel saduran dari portal kesehatan, kami menemukan info bahwa menepuk-nepuk dada dapat mengurangi nyeri dada. Dan, ajaibnya, cara itu ngefek banget. Caranya, tepuk pakai keempat ujung jari di sekitar dada dari ujung pundak, ke tengah, dada tengah bawah, dan ke ujung pundak sisi lainnya. Ibuku merasa lebih baik setelah kutepuk-tepuk dadanya. Tapi ternyata, efeknya berbeda ketika kita menepuk sendiri. Lebih ngefek ditepuk-tepuk orang lain daripada menepuk sendiri. Yang paling penting lagi, jika nyeri dada berlangsung lama dan terus-menerus, wajib dibawa ke UGD. Malam itu, ketika ibuku kumat nyeri dadanya, kubawa ke UGD dan diperiksa EKG, karena nyeri dada bisa juga mengarah ke jantung selain karena infeksi paru-parunya itu sendiri. Ketika hasil EKG baik, barulah lega.
Baca juga: Orangtuaku Lansia dan Komorbid Sembuh dari Covid-19
Rajin ganti baju ketika keringat dingin
Malam ketika ibuku kubawa ke UGD karena nyeri dada, gejala yang timbul juga disertai keringat dingin. Itu bukan pertama kali ibuku keringat dingin. Sejak gejala awal, beberapa kali ibuku mengalami keringat dingin dan selalu malam-malam di atas jam 11. Dari semua gejala yang muncul, gejala ini yang paling aku nggak tahu gimana pertolongan pertamanya. Keringat dingin ibuku buanyakkkkkk banget kayak orang mandi. Pandangan jadi ciut dan kepala berdenyut-denyut kayak mau pingsan. Ini terjadi sekitar 4-5 kali selama fase gejala muncul dalam rentang 14 hari. Semua muncul di malam hari dan datangnya dadakan.
Nggak ada yang kulakukan ketika ibuku berkeringat dingin tapi yang pasti kulakukan adalah selalu kupegangin badannya kalo pergi ke toilet karena takut jatuh, dan menyeka semua keringat serta mengganti baju agar badan tetap kering. Ibuku bisa ganti baju 2-3 kali saat keringat dingin muncul. Kenapa sih harus ganti baju? Tidur dengan baju basah bisa memicu gejala penyakit lain karena bisa masuk angin dan bikin batuk tambah parah, karena meski keringatan, ibuku merasa kedinginan. Sebenernya ini kupelajari dari pengalaman naik gunung. Kalau abis keringetan trus kedinginan, semua baju harus ganti baju kering sebelum tidur untuk mencegah hipotermia atau kekurangan panas tubuh. Ternyata ilmu naik gunung emang kepake banget, sih!
Tidur tengkurap saat sesak nafas dan sediakan oksigen portable
Kesimpulanku selama hilir mudik rawat jalan ke RS – di klinik khusus Covid-19, salah satu patokan dokter adalah sesak nafas. Selama nggak sesak nafas, biasanya keadaan relatif mendingan walau gejala yang muncul tetep aja aneh-aneh dan panjang. Waktu itu, dokter bilang, paru-paru bapak ibuku kotor banget dan disarankan opnam. Tapi bapak ibuku takut diisolasi dan mentalnya udah ngedrop duluan. Tapi Puji Tuhan, dua-duanya nggak ada sesak nafas. Saturasi oksigen selalu di atas 95. Ibuku dan bapakku pernah drop sampai 92 tapi hanya berlangsung 2 jam lalu normal lagi balik ke 96-98 berkat aku paksa olah pernafasan. Jadi, begitu saturasi drop, selama setengah jam, aku memandu mereka untuk tarik napas, tahan sebentar lalu hembuskan. Diulang berkali-kali dan so far berhasil.

Untuk mengatasi sesak nafas bisa dengan tidur tengkurap, itu yang dipesan baik-baik sama dokter. Sediakan juga tabung oksigen portable. Seorang teman yang mengalami sesak nafas selalu tidur tengkurap dan tidur duduk. Jika sedang berdiri, juga dengan membungkukkan tubuh. Ini juga kupelajari ketika naik gunung, kalo sulit bernafas pada tekanan udara di atas gunung, bernafas bisa dengan membungkuk. Tapi, jika keadaan memburuk, harus segera ke UGD agar bisa dibantu dengan alat pernafasan.
Nyeri sendi di seluruh tubuh
Nyeri sendi di seluruh tubuh pada penderita Covid itu luarrrrrrr biasaaaaa. Bapakku nyeri sendi sampai 16 hari lamanya. Bayangkan, betapa mentalnya yang sudah berusia 70 tahun itu jadi naik turun nggak jelas. Badan greges-greges sakit semua terutama di persendian. Ibuku juga mengalami namun relatif lebih pendek, sekitar 8 hari tapi untuk tubuh lansia tetap saja menyakitkan. Aku pegel-pegel dan greges-greges cuma di dua hari pertama lalu setelahnya kayak orang sehat. Namun muncul lagi di akhir fase setelah mau sembuh.
Cara menguranginya adalah melakukan peregangan dengan gerakan yoga dan dipijetin pakai minyak tradisional. So far, bapakku merasa lebih enak ketika kakinya kuangkat ke atas dan kutekuk-tekuk. Gerakan yoga yang kujadikan panduan bisa dilihat di artikel sebelumnya ini.
Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Jika Terpapar Covid-19
Diare dan gangguan saluran pencernaan
Selain mual dan maag akut, aku juga diare dan mengalami gangguan pencernaan. BAB ku encer seperti air, kembung, dan itu berlangsung sampai aku dinyatakan negatif. Cara mengatasinya adalah dengan makan makanan yang tidak berlemak dan bersantan. Minum air putih banyak biar nggak dehidrasi dan minum vitamin atau makanan yang mengandung probiotik.
Aku makan yogurt setelah makan dan makan L-bio sehari sekali. Oh ya, aku juga makan buah salak banyak banget. Hahahaha, ngga tau kenapa sejak Covid, aku jadi suka banget sama salak. Karena salak membuat BAB ku normal kembali.
Halusinasi
Ini gejala yang nggak umum tapi sebagian penderita Covid-19 mengalaminya, termasuk bapakku. Bapakku halusinasi dari pertengahan fase gejala hingga akhir. Bapakku kerap mendengar suara-suara aneh, suara tabrakan mobil, melihat ubur-ubur di atap dan kakinya dikerubuti ikan. Bapak juga sulit membedakan pagi, siang, malam dan lupa pada apa yang baru saja terjadi. Selain halusinasi, bapakku juga sempat bicara meracau dan nggak nyambung. Kadang merasa ketakutan berlebih tanpa sebab.
Gejala ini mengatasinya ya kita mesti cukup bersabar menanggapinya. Jika di persepsinya sedang membicarakan hal yang salah. Misal ia bilang ada ubur-ubur di atas, kita harus meluruskan hal yang benar.
Gatal-gatal
Gejala ini pun nggak kalah aneh. Di masa akhir fase gejala yang kukira sudah tinggal beresin sisa-sisa gejala yang udah muncul, tenyata bapakku masih muncul gejala gatal seperti herpes. Ada di kelopak mata, lengan, kaki, pipi, dan punggung. Gatalnya terasa panas dan muncul gelembung mirip herpes. Bentuknya panjang-panjang dan menyisakan bekas seperti dicakar. Ibuku juga mengalami gejala serupa namun hanya di dua tempat, yaitu di leher dan perut.

Aku juga mengalami tapi ruamnya kecil-kecil di pergelangan kaki dan tangan serta nggak parah seperti ibu atau bapakku. Gatal ini akan mereda ketika dikompres air dingin dan diberi salep bethasone. Namun RS memberi salep khusus racikan setelah babak pertama gatal-gatal ini masih terus berlanjut. Gatal akhirnya mereda. Namun, ada teman yang juga mengalami gatal-gatal hingga nggak sembuh sampai berminggu-minggu. Sembuhnya dengan mandi air yang dicampur daun (nggak tau namanya), bentuknya seperti segitiga berwarna merah. Dan sampai sekarang masih penasaran sama daun ini.
Kira-kira demikian rangkumanku mengenali dan mengatasi gejala-gejala Covid-19. Ribet, ya! Begitulah Covid. Cara terbaik untuk nggak perlu mengatasi gejala dengan seribet itu adalah jaga kesehatan dan patuhi protkes, ya! Semoga yang sedang sakit tetap semangat berjuang agar cepat sembuh.