Apa yang Harus Dilakukan Jika Terkonfirmasi Positif Covid-19?

Swab PCR di hotel khusus isolasi

Setahun setelah dunia ini dihebohkan dengan Covid-19 dan semakin menggila penularannya, akhirnya giliran aku diberi kesempatan terpapar Covid-19 bulan Maret lalu. Agak menyesal karena aku nggak punya cukup persiapan menghadapi paparan virus ini. Yang kupersiapkan hanya pencegahan agar tak tertular. Setiap orang pasti punya pengalaman sendiri-sendiri berjuang melawan Covid karena gejala yang muncul berbeda-beda. Tapi, semoga pengalaman yang hendak kubagikan ini bisa memberi sedikit pencerahan bagi yang butuh informasi. Aku berharap, nggak ada yang terpapar, tapi penting rasanya memahami apa yang harus dilakukan jika terpapar Covid-19. Kenapa? Ya, supaya nggak terlambat mencari pengobatan dan bisa memutuskan langkah yang tepat. Semakin gejala lekas diobati, maka semakin baik.

Gejala Covid-19 bisa berbeda satu dengan yang Lain. Kenali titik terlemah tubuh

Banyak yang bertanya, apa gejala yang kurasakan? Sulit sekali aku menjawab, karena gejala yang kurasakan bercampur baur dengan kelelahan karena merawat ortu. Tapi yang jelas, gejalaku, gejala ibuku, dan gejala bapakku berbeda-beda.

Gejala bapak dan ibuku lebih kompleks dan menyakitkan daripada aku karena mungkin usia dan penyakit bawaan ikut mempengaruhi. Aku sempat berpikir mungkin (ini asumsi pribadi) gejala-gejala itu muncul karena virus sedang mencari celah menyerang organ tubuh yang dulu pernah terganggu. Dan dia menyamar, memunculkan gejala seperti penyakit yang pernah kita derita. Sungguh licik sekali ini virus! Tapi kita juga nggak boleh kalah strategi. Begitu kira-kira isi pikiranku setiap hari.

Jadi, kesimpulan berdasarkan pengalamanku, kenali titik terlemah di tubuhmu dan jaga baik-baik. Kalau ada obat dari dokter, minum rutin. Kalau kamu perokok, kurangi atau berhenti. Kenapa? In case terpapar, setidaknya gejalanya ringan. Kondisi paru-paru juga bisa menentukan parah tidaknya gejala yang dialami selain imunitas dan riwayat penyakit.

Baca juga: Orang Tuaku Lansia dan Komorbid Sembuh dari Covid-19

Ibuku di fase puncak, habis keringat dingin sebadan, kesemutan, dan berhasil tertidur. Lansia dan komorbid riskan ketika terpapar Covid-19

Siapkan mental karena fase gejala Covid-19 panjang

Ibuku baru terdeteksi Covid-19 di hari ke 6 sejak gejala pertama muncul. Selama 6 hari kami nggak tahu, dia terpapar Covid-19. Kukira, gejala akan membaik di hari ke 7, karena asumsiku hari ke 7 adalah setengah perjalanan dari 14 hari yang selalu disebut-sebut pemerintah. Ternyata salah! Hingga hari ke 10 ibuku masih bergejala. Bahkan di hari ke 10 itu, dia kubawa ke UGD untuk ketiga kali. Baru setelah hari ke 12 gejalanya berangsur membaik dan pas di hari ke 14 swab-nya negatif.

Fase bapakku beda lagi. Sampai hari ke 9 bapakku merasa sehat, hanya badan terasa pegal-pegal. Masuk hari ke 10, bapakku drop hingga hari ke 16. Sempat putus asa karena nggak bisa makan apa-apa dan lemas. Hari ke 17, bapakku mulai membaik tapi masih naik turun. Di hari ke 19, swab dan hasilnya masih negatif. Makin drop lagi mentalnya. Maka, dokter memberi 10 hari tambahan isolasi. Bapakku membaik di hari ke 29 dan negatif di hari ke 32.

Faseku tidak jelas. Aku merasa parah dan nggak bisa bangun dari kasur di hari 1 sampai ke 3 sejak gejala awal. Lalu merasa sehat dan menjadi mual di hari ke 13 sampai 15. Hari ke 18, aku mulai merasa lebih sehat tapi masih ada gejala mual dan diare. Baru swab lagi di hari ke 23 dan negatif.

Intinya, dalam menghadapi fase panjang ini, kuatkan pikiran positif dan selalu waspada. Aku juga mencatat perhitungan hari dan kondisi klinis agar bisa dilaporkan ke dokter jika sewaktu-waktu harus masuk UGD.

Baca juga: Mengenali dan Mengatasi Gejala Covid-19

Cari Faskes paling mudah

Sebenarnya alur fasilitas kesehatan (faskes) ketika kita terpapar Covid-19 itu agak rumit dan ribet. Apalagi, kalau posisi saat dinyatakan positif berbeda dengan alamat domisili seperti kasusku kemarin. Beberapa cara ini bisa dilakukan untuk menentukan mau mendatangi atau menghubungi fasilitas kesehatan dengan cara yang mana:

  1. Paling mudah adalah menelpon Covid-19 center di kota saat itu berada. Namun, kita nggak punya pilihan akan dirawat di RS mana karena bergantung pada kapasitas RS rujukan yang kosong yang mana. Bisa jadi, rumahnya di utara, dapet RS di selatan. Dan bisa jadi, penanganannya lama karena yang diurusi banyak. Informasi Covid-19 di Jawa Tengah bisa menelpon Hotline 112. Atau berkunjung ke link ini untuk informasi soal Covid-19: https://corona.jatengprov.go.id/
  2. Jika gejala ringan, bisa lapor RT/RW setempat dan akan dilaporkan ke Puskesmas. Meski di Semarang, kemarin kami tetap melapor RT setempat dan dihubungi oleh Pak RW alamat asal. Seharusnya, RW akan lapor ke puskesmas dan kita akan dihubungi petugas puskesmas atau dikasih nomor kontak puskesmas. Tapiiii, aku baru dihubungi puskesmas 5 hari setelah isolasi. Lama banget… sementara di 5 hari isolasi gejala yang muncul udah macem-macem. Kalau nggak ada bekal obat atau edukasi cara mengatasi gejala yang ada jadinya panik. Kalau panik, bisa drop. Rumit yah! Tapi di masa teknologi gini, googling dan WA nanya-nanya temen yang pernah kena bisa jadi solusi mengatasi kepanikan dan mendapatkan cara-cara mengatasi gejala yang aneh-aneh itu.
  3. Paling aman adalah pergi ke UGD RS. Bisa memilih RS yang paling dekat, RS kepercayaan, atau kalau sudah pasti ingin dicover biayanya, ke RS rujukan. Pergi ke UGD wajib dilakukan terutama kalau ada gejala sesak nafas, hilang kesadaran, saturasi oksigen di bawah 95 berturut-turut, lemas akut, muntah-muntah dan ngga ada makanan yang bisa masuk, atau tidak ada yang bisa mengawasi. Cara ini yang kupilih begitu bapak, ibu, dan aku positif.

Cari tempat isolasi

Bergitu terkonfirmasi positif dan boleh rawat jalan atau isoman, carilah tempat isolasi. Tempat isolasi bisa tergantung kondisi. Paling enak ya di rumah. Tapi kalau di rumah, kamar harus dipisah biar nggak nularin. Kamar mandi agak sulit dipisah ya kalo cuma punya satu. Baiknya disemprotin dettol campur air kalo abis memakai toilet.

Pemerintah sebenarnya menyediakan lokasi-lokasi isolasi gratis bagi yang bergejala ringan. Namun, setelah kami bertanya dan tidak bisa ditunggu anggota keluarga, kami skip karena mental orang tuaku drop setelah tahu positif.

Di beberapa kota biasanya ada hotel-hotel khusus untuk isolasi mandiri. Kemarin, akhirnya kami memilih isolasi di Hotel Kesambi Hijau Semarang. Dapat makan tiga kali sehari dan laundry, jadi ngga perlu mikir masak. Tapi hotel ini sifatnya self service dan ditujukan bagi penderita yang masih bisa melakukan aktivitas sendiri. Meski demikian, petugasnya sangat helpful dan terlatih jika sewaktu-waktu ada kondisi darurat. Ada layanan cek tensi, saturasi oksigen, dan suhu, juga tersedia kursi roda. Hotelnya bersih dan ada jadwal penyemprotan, meski bangunannya lama. Sayangnya, hitungan harga di hotel isolasi rata-rata cukup menguras rekening, karena biasanya hitungannya per kamar per malam. Apalagi kasusku, yang kena 3 orang dan butuh setidaknya 14 hari. Hiks.

Pemandangan dari Hotel Kesambi Hijau. Kalau malam lebih bagus lagi karena kelihatan pelabuhan.

Relatif lebih murah sebenarnya sewa rumah atau apartemen kalau memang kondisi nggak bisa isolasi mandiri di rumah. Sewa apartemen dua minggu, di hotel isolasi setara dengan harga 4 hari. Lumayan, ya! Namun, itupun nyarinya juga nggak gampang. Nggak semua pemilik rumah/homestay/apartemen open terhadap Covid-19. Kakakku saat mencari tempat untuk disewa, mengalami penolakan berkali-kali begitu kami bilang untuk isolasi mandiri. Padahal, ada juga yang rumahnya kosong-kosong, jauh dari pemukiman dan pemiliknya pun orang berpendidikan.

Stigma negatif terhadap pasien Covid-19 itu gak bisa dipungkiri yang membuat mental jadi drop. Tapi tidak boleh putus asa! Pasti ada kok tempat-tempat yang dimiliki orang baik yang boleh disewa. Bahkan temanku dipinjemi rumah gratis pas bilang mau sewa buat isolasi.

Jika di kota Semarang, apartemen Candi dan apartemen Cordova Tembalang adalah dua apartemen yang terbuka untuk isolasi mandiri. Petugasnya juga tampak santai dan sudah biasa. Tapi, kelemahannya kalau ada kondisi darurat agak susah karena di sini nggak ada kursi roda dan jarak pintu ke lift jauh. Kurang disarankan untuk isolasi gejala sedang hingga 10 hari infeksi. Kami pindah ke apartemen setelah melewati 10 hari masa critical bapak dan ibuku.

Siapkan mental untuk menghadapi kemungkinan orang di sekitar lingkungan yang menjauhi 🙂

Kurangnya informasi yang ditularkan pemerintah kepada masyarakat membuat nggak semua orang paham gimana harus berhadapan dengan penderita Covid-19 atau orang yang kontak erat dengan pasien Covid-19. Banyak yang mau membantu dengan tulus. Namun, banyak pula yang memilih menjauhi, melipir, dan menolak seperti yang kami alami saat pencarian rumah sewaan. Padahal sebenernya, begitu rumah disemprot disinfektan setelah ditempati, selesai perkara. Sebenarnya asal baik yang sakit dan yang sehat melakukan protokol kesehatan ketat dan jaga jarak. Relatif aman.

Dokter RS memberiku wejangan: kontak erat dan dekat-dekat bukan berarti kita juga pasti ikut ketular, lho. Selama imun baik, protkes disiplin, relatif aman. Toh, saya (dokter) setiap hari kedatangan pasien Covid-19 dan sehat karena saya jaga kesehatan dan protokol kesehatan dengan benar. Jangan abaikan cuci tangan dan pakai masker dengan benar! Kalau habis kontak dan mau masuk rumah ya mandi dulu. Begitu katanya.

Menjadi pasien Covid itu sangat berat. Sudah sakit fisik luar biasa, masih sakit mental pula. Bapakku mengalami ketakutan luar biasa akan ditolak saat pulang ke rumah kalau swab-nya negatif terus. Itu membuat mentalnya drop berkali-kali. Padahal edaran WHO dan KEMENKES (dijelaskan juga oleh dokter dan puskesmas) menyatakan pasien yang sudah melewati isolasi lebih dari 14 hari + 10 hari dan tak bergejala dinyatakan sehat, virus tak lagi menular, meski tidak ada hasil swab evaluasi.

Jadi, siapkan mental baja, tabahkan hati, dan tetap ikuti arahan fasilitas kesehatan, maklumi karena yang menjauhi dan yang melipir tidak pernah tahu seperti apa derita yang dirasakan pasien Covid-19. RS tidak mensyaratkan untuk swab setelah masa isolasi selesai dan gejala hilang. Namun jika punya dana, lebih baik dilakukan swab. Jika tidak, mintalah surat keterangan sehat dari Puskesmas atau RS untuk lapor ke RT/RW.

Nah, kalau kita manusia sehat, mestinya kitalah yang harus beradaptasi pada yang sakit karena secara fisik dan mental, orang sehat lebih kuat. Jika bisa membantu, bantulah sebisa kita! Karena nggak semua orang punya kemampuan yang sama untuk bertahan secara finansial dan mental menghadapi serangan virus ini.

Pemandangan dari apartemen Cordova Tembalang Semarang

Usahakan kesehatan fisik

Makan, minum, dan vitamin adalah paling penting. Selama masih bisa masuk makanan dan minuman, kata dokter itu berarti tanda yang baik. Artinya nutrisi yang masuk akan membantu pasukan imunitas untuk perang melawan virus. Ibarat tentara yang maju perang, harus dikasih amunisi sebanyak mungkin.

Makan bergizi dan banyak minum

Buah-buahan harus buanyakkk! Makanan berserat dan sayuran paling baik. Minum air putih juga harus banyak. Kemarin kami minum bisa sampai 15 gelas sehari dan air hangat. Tapi, beberapa dokter mungkin lebih menyarankan air putih biasa.

Kemungkinan besar, di hari ke 3 atau 4 terpapar, akan kehilangan selera makan. Lihat makanan bisa benci setengah mati. Temenku cerita, dia membuang MC D pas sakit Covid saking benci liat daging ayam ginuk-ginuk itu, hahaha… Bapakku liat kardus makanan hotel kesal karena jadi mual. Aneh ya! Aku membuang salad bites yang sekotaknya 50rebu karena eneg liatnya. Huhuhu sekarang sedih mengingat dia berakhir di tong sampah.

Sekali lagi, virus ini pintar, tapi kita harus lebih pintar berstrategi. Kalau nggak bisa makan nasi dan sayur seperti biasanya, makan buah adalah solusi. Pisang, jeruk, kurma, anggur so far yang paling bisa masuk dan gampang dimakan karena nggak perlu dipotong. Tapi kalau muntah, pisang mungkin dihindari dulu. Minum susu beruang di gelas dan sedikit-sedikit. Telur rebus juga solusi ketika nggak bisa makan normal. Minum madu dan jeruk lemon/nipis juga membantu menambah nutrisi.

Vitamin

Vitamin adalah wajib. Bisa multivitamin atau vitamin sendiri-sendiri. Dokter kasih wejangan, vitamin C dan D3 adalah yang paling penting. Bisa juga ditambah Vitamin B Komplek, Vitamin E, minyak ikan, Zinc dan probiotik (jika ada gangguan pencernaan sepertiku – aku dikasih L Bio dari RS). Dosis vitamin yang kemarin kami konsumsi: Vitamin C 1000 mg, D3 1000 iu (1 butir pagi), E 400iu (1 butir malam), B Komplek (1 butir siang), Zinc monohydrate 20 mg (1-2 kali diencerkan pakai air hangat setelah makan terutama kalau diare), L Bio (1 butir sehari).

Tapi ini tetap tergantung masing-masing RS dan kebijakan dokter yang merawat serta gejala yang dialami.

Berjemur dan olahraga

Jangan lupa berjemur dan olahraga. Perlu juga rutin latihan pernafasan dan meditasi. Latihan pernafasan bisa mengacu dari website-nya RS Sanglah Bali ini.

Kalau sering yoga, yogalah rutin. Aku yoga dari sini. Klik berikut: Video Yoga Sarah Beth ini. Gerakan Yoga untuk tidur. Yoga untuk leher dan pundak. Dan Yoga untuk kaki pegal-pegal.

Minum obat teratur

RS atau fasilitas kesehatan (Puskesmas/klinik/dokter) biasanya akan meresepkan obat sesuai gejala yang dialami. Jadi, obat untuk satu orang biasanya berbeda dengan yang lain. Intinya, gejala hilang dulu baru kita pikirkan untuk menegatifkan. Jika punya sakit bawaan, obat sakit bawaan juga harus diminum rutin karena jika organ dengan penyakit lama tidak terjaga, itu kesempatan virus untuk menyerang gila-gilaan.

Obat diabetes bapakku. Di samping obat dari RS untuk gejala Covid-nya. Banyak obat dan harus semangat.

Siapin alat-alat yang diperlukan untuk merawat diri sendiri

Selama sakit covid, kita butuh alat oxymeter untuk cek saturasi oksigen. Saturasi yang baik di atas 95. Jika di bawah 95 berturut-turut, perlu bantuan tabung oksigen, apalagi jika sesak nafas. Termometer, cek suhu berkala. Jika di atas 38 terus terusan, segera ke RS. Alat tensi jika punya lebih baik.

Oxymeter. Bisa dibeli di apotek atau tokopedia. Selain punya sendiri, sering ngecek saturasi di Puskesmas, UGD, atau di meja layanan Hotel Kesambi pas isolasi.

Jika ada komorbid diabetes, perlu punya alat cek gula darah karena nggak akan bisa pergi ke lab untuk cek gula darah. Cek gula darah sebelum sarapan dan sebelum makan malam. Gula darah harus stabil. Jika lonjakan sangat tinggi atau turun sangat rendah harus segera ke UGD.

Nassal spray salt water juga membantu ketika hidung mampet. Semprot ketika merasa susah menghirup udara atau pilek. Bagi yang asma, siapkan alat hisap. Meski ga sesak nafas, dokter kasih ini untuk bapak ibu karena paru-parunya kotor dan nggak mau di-opnam karena ketakutan bayangan diisolasi di rumah sakit. Perlu juga punya cadangan oxigen portable untuk jaga-jaga.

Siapkan juga garam untuk kumur. Air hangat dicampur garam satu sendok untuk berkumur dan diugruk-ugruk di bagian pangkal tenggorokan. So far, cara ini mengurangi sakit tenggorokan (di luar minum obat dokter) dan batuk. Ibuku kumur 8 kali sehari, dan ketika dia diswab diulang sampai dua kali hasilnya tetap negatif. Asumsiku, mungkin karena virus di tenggorokan udah digaremin, virus di hidung udah disemprotin salt water dari nassal spray, jadi virus di saluran tenggorokan dan hidung pada mati atau tinggal sedikit. Tinggal yang udah masuk di badan yang musti dilawan.

Jaga Kesehatan Mental dan Cukup Tabungan di Rekening 🙂

Mental selama kena Covid seperti orang terombang-ambing. Pokoknya, bisa banget kita mengalami depresi dan gangguan mental. Sampai akhir Maret, aku trauma menghadapi malam karena takut ada gejala apa lagi yang muncul. Padahal udah negatif semua. Bayangan Long Covid juga bikin stres karena tiap hari beritanya itu-itu aja.

Cara terbaik adalah, gak nonton tivi, gak liat berita Covid, (walo perlu baca juga untuk pengetahuan kalau-kalau ada gejala mengarah ke sana), meditasi dan dengar musik. Minta keluarga dan teman untuk berbincang, karena kehadiran orang-orang dekat sangat membantu memperkuat mental. Banyak teman-temanku yang memberi semangat dan kirim makanan, dan itu menghibur. Jangan lupa berdoa, meski aku ngga punya waktu khusus untuk berdoa dan cuma punya waktu berdoa ketika di toilet.

Setiap kali bapak ibu insomnia dan mengalami gangguan tidur di malam hari, kusetelin musik favorit dan musik pengantar tidur. So far musik dari SOOTHING RELAXATION sangat membantu. Caranya, tidur telentang dengan telapak tangan ke atas. Tidur dengan musik ini sampai pagi atau sampai musiknya habis.

Di depan Ruang Maria Theresia RS Elisabeth Semarang, ibuku habis swab ke tiga. Dan negatif untuk kedua kalinya. Di hari itu, ibuku negatif, aku positif dan setelah foto ini diambil, aku 2 hari gak bisa bangun dari kasur karena batuk parah.

Sakit Covid adalah kombinasi sakit fisik, mental, dan keuangan. Hahahaha… karena meski katanya ditanggung Kemenkes, nggak semua kasus bakal ditanggung pemerintah. Karena lewat jalur rawat jalan di RS Swasta, kami 100% menanggung biaya pengobatan sendiri. Beruntung, aku bisa dicover asuransi kantor sehingga mengurangi pengeluaran. Jadi, menabung dan management keuangan penting banget.

Intinya, ketika sakit Covid-19, kita harus proaktif nyari info dan pengobatan dan segala macamnya. Karena kondisi yang ditangani terlambat bisa bikin makin aneh-aneh muncul gejalanya. Tetap positif thinking dan selalu berkata di pikiran: Kita lebih kuat dari virus!

Berbagi pengalaman dengan kenalan yang pernah terpapar

Selama sakit Covid dan merawat bapak ibu, selain konsultasi dengan dokter dan petugas puskesmas secara online, aku banyak bertanya dan sharing sama teman-teman yang pernah terpapar. Aku juga banyak bertanya soal fase dan gejala yang mungkin bisa terjadi agar punya persiapan kira-kira setelah ini akan ada kejutan apa lagi. Agar nggak syok menghadapi fase-fasenya, juga biar siap mental untuk mengenali dan mengatasi gejala-gejala yang mungkin terjadi.

Sharing dan minta pendapat kepada teman yang pernah terpapar dan berhasil sembuh juga membuat lebih secure dan termotivasi.

Cara terbaik agar tidak perlu mengalami kerumitan di atas yang udah aku tulis adalah dengan TIDAK KENA VIRUS. Artinya, jaga protokol kesehatan dengan baik. Tapi, andaikan terpapar, tetap tenang dan tidak panik. Berjuanglah untuk kembali sehat sesuai arahan dokter. Cari info dan pengetahuan yang bermanfaat. Hindari postingan-postingan hoax. Cari sumber yang valid. Semoga sehat semua!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.