Siang itu, Qori dan Mila sedang duduk-duduk di halaman rumah mereka yang luas. Pilar rumah mereka sangat kokoh, terbuat dari beton. Dari sekeliling rumah mereka, terdengar bunyi menderu dan suara klakson saling bersahutan.
Ya…itu karena rumah mereka ada di bawah jembatan. Tepatnya, di bawah jalan layang Grogol, Jakarta Barat. Pilar rumah mereka yang mirip pilar istana itu merupakan pilar jalan layang. Sedangkan halaman rumah yang luas itu adalah lahan yang biasa di gunakan sebagai tempat parkir.
Dulu, Qori sempat tinggal di rumah kontrakan bersama keluarganya. Karena ayah Qori tak lagi mampu membayar sewa rumah, maka mereka sekeluarga tinggal di kolong jembatan. Awalnya, Qori kerap mengeluh tinggal di sana. Tetapi, kini ia sudah terbiasa repot, termasuk memindahkan barang-barang ke tempat yang lebih teduh saat hujan, dan terbiasa kena gusur oleh petugas.
Meski terpaksa tinggal di kolong jembatan, tapi gadis bernama lengkap Qori Astuti ini merasa bersyukur memiliki ayah yang baik. “Kata ayah, aku nggak boleh ngamen di jalanan, seperti temanku yang lain. Selain karena pergaulan yang berbahaya, ayah ingin agar aku sekolah sampai universitas. Lalu, bisa bekerja kantoran,” kata Qori yang saat ini duduk di kelas 2, sebuah SD Negeri di kawasan Jakarta Barat ini sambil tersenyum.
Lain Qori, lain Mila. Orang tua Mila justru membiarkannya mengamen di jalan. Setiap hari, ia mengamen mulai pukul 3 sore hingga 12 malam. Di kolong jembatan, ia tinggal bersama ibu yang sedang mengandung, ayah dan seorang adik yang masih berumur 3 tahun. “Ayahku kerja serabutan. Ibu nggak kerja, cuma nungguin aku ngamen. Jadi, uang yang kudapat, digunakan untuk membeli makan sehari-hari keluarga kami,” ujar cewek bernama lengkap Mila Indiani ini datar.
Sepulang sekolah, Mila selalu bermain bersama Qori. Mereka sering main sepeda atau bola bekel bersama. Qori juga kerap membacakan Mila buku cerita. Meski Mila sudah berumur 7 tahun, tetapi ia belum bisa membaca. Itu karena Mila terlambat bersekolah. Ia kini baru duduk di kelas TK sebuah yayasan sosial.
Di sekolah, Qori termasuk anak yang pandai, lho. Nilai rata-ratanya tidak pernah di bawah 8. Maka, ia banyak membantu Mila belajar. Dengan tulus hati, Qori membantu sahabatnya itu. “Kami sering belajar bahasa Inggris bersama. Biar nanti bisa berbicara dengan orang asing,” ujar Mila yang bercita-cita menjadi tentara. “Selain bahasa Inggris, aku juga suka Bahasa Indonesia dan Matematika. Nilaiku lumayan bagus, ketiganya dapat nilai 9 semua di raport,” sahut Qori yang bercita-cita menjadi seorang dokter. Biasanya, Qori dan Mila belajar dan mengerjakan PR sepulang sekolah. Karena lampu jalan layang Grogol sedang mati, jadi ketika malam tiba, rumah mereka gelap gulita. Dengan begitu mereka pun tidak bisa belajar di malam hari.
Nah, jika kebetulan kita sedang melintas di atas jembatan layang Grogol, ingatlah bahwa di bawah kita, ada anak-anak yang tinggal di sana. Mereka juga sedang mengejar cita-cita dan memiliki semangat untuk menjalani hidup.
Dimuat untuk Majalah GIRLS no 25, edisi Hari Anak Nasional 2010-rubrik Jendela